Sejarah dan Spot Foto Plengkung Gading

Ratusan tahun lalu, tidak sembarang orang dapat berlalu-lalang keluar masuk lingkungan Keraton Yogyakarta. Puluhan penjaga berseragam prajurit Keraton lengkap dengan senjata tajam nampak berdiri gagah dan mengancam siapapun yang berniat neko-neko di wilayah Keraton. Raut wajah garang membuat mereka disegani bahkan sekedar untuk lewat di depan mereka pun, masyarakat lokal lebih memilih untuk tidak melakukannya. Setiap orang yang berkepentingan keluar masuk lingkungan Keraton harus rela melewati penggeledahan yang dilakukan oleh prajurit loyal Keraton memastikan tidak ada siapapun yang berani berbuat onar. Prajurit penjaga Keraton tersebar di lima benteng yang berada di lima penjuru yang berbeda. Plengkung Gading Jogja salah satunya, yang saat ini dikenal sebagai gapura pintu masuk menuju bentang Keraton bagian dalam (jeron).

Berdiri di tengah-tengah pusat kota Jogja yang kala itu masih menjadi wilayah Kerajaan Mataram, lima plengkung nampak agung dan kokoh. Dengan tinggi lebih dari empat meter terbuat dan ketebalan dinding lebih dari 30 cm, seluruh plengkung jelas didesain dengan sangat baik untuk memberikan perlindungan bagi Keraton Yogyakarta. Sebutan plengkung sendiri sebenarnya diambil dari bentuk pojok beteng yang melengkung atau orang Jogja bilang plengkung. Setiap plengkung punya nama sendiri misalnya Plengkung Nirbaya, Plengkung Madyasura, Plengkung Wijilan, Plengkung Jagabaya dan Plengkung Jagasurya. Kelima plengkung masih dalam kondisi baik terutama Plengkung Gading yang bahkan masih kerap menjadi obyek foto wisatawan lokal dan mancanegara.

Sejarah Plengkung Gading c

Bentuknya boleh sederhana, menyerupai gapura dengan ukuran yang lebih besar namun Plengkung Gading Jogja punya sejarah yang menarik maka tidak salah menganggapnya sebagai salah satu wisata sejarah Jogja. Sesuai dengan lokasinya,plengkung ini menjadi pintu gerbang menuju keraton dari arah selatan. Ratusan tahun lalu ketika Keraton Yogyakarta masih berkuasa menjadi pemerintah sah di wilayah Jogja, Plengkung Gading berfungsi sebagai pintu utama bagi masyarakat lokal yang hendak memasuki wilayah Keraton. Setiap plengkung punya sejarah sendiri termasuk Plengkung Gading,

Plengkung yang dulu dikenal sebagai Plengkung Nirbaya ini merupakan satu dari dua plengkung yang masih memiliki bentuk yang utuh hingga saat ini. Jika kita hendak memasuki wilayah Keraton Jogja dari arah selatan, kita akan melewati plengkung ini. Nirbaya punya makna tersendiri. “Nir” berarti tidak ada sedangkan “baya” berarti bahaya. Jadi ketika digabungkan, nirbaya punya arti tidak ada bahaya yang mengancam. Ratusan tahun lalu ketika Keraton Yogyakarta masih berkuasa sebagai satu-satunya kerajaan di wilayah Jogja, tidak ada seorang pun yang diperbolehkan melewati Plengkung Gading. Menurut sumber sejarah tertulis yang tersimpan di dalam keraton, plengkung ini digunakan hanya sebagai pintu keluar masuk jenazah Sultan Jogja sebelum dibawa menuju makam keluarga kerajaan di Imogiri. Jadi, ketika Sultan masih hidup, tidak ada seorangpun yang boleh melewatinya.

Plengkung Tarunasura

Dikenal dengan nama Plengkung Wijilan, Plengkung Tarunasura berada di wilayah Wijilan atau yang kerap dikenal sebagai pusat penjual gudeg khas Jogja di Kelurahan Panembahan. Plengkung atau benteng kuno ini berada di timur Alun-alun utara dan saat ini masih aktif dilalui banyak kendaraan bermotor. Nama Tarunasura mengandung makna khusus sebab dahulu pintu gerbang keraton ini dipenuhi oleh prajurit muda yang bertugas menjaga keraton. Saat ini, tembok beteng di sebelah kanan dan kiri sudah hilang hingga hanya tersisa Plengkungnya saja.

Plengkung Jagasura

Plengkung Jagasura berada di barat Alun-alun utara. Sama halnya dengan Plengkung Tarunasura, plengkung Jagasura juga sudah tidak utuh lagi bangunannya dan hanya menyerupai gapura biasa. Jagasura mengandung makna khusus. “Jaga” berarti menjaga sedangkan “Sura” berarti pemberani. Maka tidak heran di benteng ini dulu dijaga oleh pasukan-pasukan Mataran yang berani, tegas dan gagah.

Plengkung Madyasura

Plengkung Madyasura dapat ditemui di sebelah timur Keraton Yogyakarta dan sering disebut dengan Plengkung Buntet. Dalam bahasa Jawa, “buntet” berarti tertutup dan hal ini sesuai dengan keadaan plengkung yang tertutup. Meskipun tidak lagi aktif berfungsi sebagai gerbang, plengkung ini pernah mendapatkan pemugaran untuk menjaga keutuhan bentuknya.

Plengkung Jagabaya

Plengkung yang kelima ini berada di sebelah barat Keraton Yogyakarta yang sering dikenal sebagai Plengkung Tamansari. Tidak jauh dari plengkung, terdapat terowongan dekat keraton yang terhubung dengan Tamansari, pemandian raja jaman dahulu. Saat ini kondisi Plengkung Jagabaya telah banyak berubah dikarenakan kerusakan hingga hanya menyerupai sebuah gapura.

Berfoto di Plengkung Gading

Tidak afdol rasanya jika berkunjung ke Plengkung Gading tanpa berfoto dan berpose dengan Plengkung Gading sebagai background. Waktu yang paling pas untuk mengambil foto yang paling bagus adalah di malam hari dengan lampu-lampu yang meneranginya. Tidak perlu menggunakan kamera digital DSLR untuk mengambil hasil foto yang cantik, cukup gunakan kamera di smartphone dan jepret angle foto yang paling oke.

Alamat                : Patehan, Kraton, Kota Yogyakarta
Koordinat GPS   : -7.813697, 110.362951
Nomor Telepon   : 0858-7876-5969