Masjid Soko Tunggal : Lambang Negara Pancasila – Bumi Tanah Matahari

Adzan Dzuhur berkumandang, sejumlah jamaah berpakaian khas adat Jawa terlihat antri mengambil air wudhu dan bersiap memasuki masjid Soko Tunggal, salah satu wisata sejarah di Jogja. Lima kali dalam sehari, masjid yang berusia puluhan tahun ini diisi oleh jamaah yang menunaikan ibadah wajib sholat dan mengharap ampunan dari yang kuasa. Bergaya Jawa kuno, bangunan masjid terlihat melebur apik dengan bangunan-bangunan lain disekitarnya. Bukan kompleks bangunan biasa melainkan kompleks Keraton Ngayogyakarta yang menjadi tempat hunian keluarga kerajaan Keraton Yogyakarta selama ratusan tahun. Tidak salah jika masjid berusia puluhan tahun ini punya sejarah menarik dan menjadi saksi mata berbagai peristiwa penting dalam sejarah Jogja.

Masjid Soko Tunggal dan Sejarahnya

Soko, berarti tiang dan Tunggal berarti satu. Soko Tunggal berarti tiang yang berjumlah satu atau tunggal. Inilah salah satu fitur unik dari masjid yang terletak di kompleks Keraton Kesultanan Yogyakarta. Jika masjid-masjid yang lain mempunyai empat buah tiang, SokoTunggal hanya punya satu tiang sebagai penyangga utama.  Merujuk pada prasasti yang terdapat di dinding depan masjid Kraton Jogja, bangunan khusus bagi umat beragama Islam ini diresmikan pada 28 Februari setelah selesai dibangun pada tanggal 1 September 1972. Hanembah Trus Gunaning Janma menjadi penanda selesainya pembangunan masjid ini. Adalah R. Ngabehi Mintobudoyo, arsitek asli Jogja yang bertanggung jawab atas pembangunan masjid ini. Masyarakat di sekitar keraton Yogyakarta mengaku senang dengan adanya masjid ini karena tidak lagi kesulitan mencari tempat ibadah.

Menurut pengakuan salah seorang warga sekitar, kini masyarakat tidak lagi melakukan sholat berjamaah di Kedung Pengantin, salah satu bagian dari bangunan Taman Sari dengan adanya masjid Soko Tunggal. Berada di kompleks Kraton Jogja memang memberikan nuansa tersendiri pada masjid ini. Dikelilingi oleh bangunan keratin yang bertembok tinggi, masjid ini seakan mendapat perlindungan dari berbagai hal. Pohon rimbun yang berada di berbagai sudut juga menambah nuansa sejuk di sekeliling masjid. Tidak heran banyak warga yang menyempatkan untuk berisitirahat di sekitar masjid selepas menunaikan sholat. Berdiri di atas tanah dengan luas total 900 meter persegi, masjid ini juga terbilang luas.

Arsitektur Khas Jawa Masjid Soko Tunggal

Pemilihan lokasi masjid tidak sembarangan. Di lokasi berdirinya masjid inilah tempat dikuburkannya 10 orang pejuang asli Jogja yang kehilangan nyawa mereka pada saat melawan penjajah Belanda ketika terjadi Serangan Umum 11 Maret pada tahun 1949. Pendirian masjid dianggap sebagai monumen untuk mengenang perjuangan pejuang yang gugur tersebut. Untuk orang biasa, arsitektur Masjid Soko Tunggal mungkin terlihat biasa. Namun, ada arti mendalam di balik arsitektur bangunan tersebut. Pengunjung perlu untuk masuk ke dalam masjid untuk melihat fitur menarik dari bangunan ibadah ini.

Ketika jamaah duduk di dalam masjid sebagai wisata rohani, maka akan terlihat 1 batang saka guru dan 4 batang saka bentung. Sehingga, total saka atau tiang yang terlihat adalah 5 buah tiang. Jumlah tiang ini dipilih bukan tanpa alasan melainkan untuk melambangkan dasar Negara Indonesia yakni Pancasila. Soko Guru menjadi lambang sila pertama dalam Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa sedangkan 4 Saka Bentung menjadi lambang 4 sila lain di Pancasila. Kayu tiang Soko Guru didatangkan langsung dari Cepu yang berasal dari pohon jati berusia 150 tahun.  Sedangkan batu penyangga tiang atau umpak merupakan bekas bagian petilasan Sultan Agung Hanyokrokusuma.

 

Tidak hanya itu, masjid ini juga punya usuk sorot yang juga dikenal dengan peniung, yang tidak lain menjadi lambang kewibawaan Negara. Terdapat banyak ukir-ukiran di dalam masjid. Tidak hanya menambah keindahan namun juga kewibawaan masjid sekitar Kraton Jogja. Setiap ukiran punya maksud dan makna tertentu. Ukiran Praba misalnya bermakna bumi, tanah dan kewibawaah sedangkan Ukiran Saton bermakna sawiji atau menyendiri. Ukiran Tlacapan bermakna tabah dan tangguh sedangkan Ukiran Sorot bermakna sinar cahaya matahari. Ada juga Ukiran Ceplok-ceplok yang bermakna pemberantas angkara murka atau ukiram Mirong yang bermakna nisan atau maejan. Pastikan untuk mengunjungi beberapa masjid bersejarah lain di Jogja seperti Masjid Gedhe Kauman dan Masjid Gedhe Mataram.

Alamat                                  : Komp. Tamansari

Koordinat GPS   : -7.810440, 110.360537