Candi Lumbung: Permata Tersembunyi di Klaten.

Candi Lumbung adalah salah satu candi Buddha yang terletak di kawasan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terletak berdekatan dengan Candi Prambanan, serta merupakan bagian dari kompleks candi yang juga meliputi Candi Bubrah dan Candi Sewu. Meskipun secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, keindahan dan sejarahnya tak kalah menarik dari candi-candi utama di kompleks Prambanan.

Asal Usul Candi Lumbung

Candi Lumbung adalah bagian dari peninggalan arkeologis yang menandai kejayaan Kerajaan Mataram Kuno pada masa pemerintahan Dinasti Syailendra di abad ke-9 Masehi. Candi ini merupakan salah satu dari beberapa candi bercorak Buddha yang didirikan oleh Dinasti Syailendra, yang dikenal sebagai pendukung kuat ajaran Buddha Mahayana, dan menunjukkan kekayaan serta keragaman budaya yang berkembang di Jawa Tengah saat itu.
1. Latar Belakang Pendirian
Candi Lumbung didirikan pada masa ketika ajaran Buddha dan Hindu berkembang pesat di wilayah Jawa Tengah. Dinasti Syailendra, yang memerintah di sebagian besar wilayah Jawa, dikenal sebagai patron agama Buddha Mahayana, dan mendirikan banyak candi Buddha di kawasan ini. Pendirian Candi Lumbung diyakini bertujuan sebagai tempat pemujaan dan meditasi bagi umat Buddha.
Dinasti Syailendra pada masa itu juga hidup berdampingan dengan Dinasti Sanjaya, yang beragama Hindu, namun tidak ada catatan konflik signifikan antara kedua dinasti ini. Justru sebaliknya, bukti-bukti arkeologis menunjukkan keharmonisan antara kedua kerajaan ini, yang tercermin dari letak candi-candi Buddha (seperti Candi Sewu dan Candi Lumbung) yang sangat dekat dengan Candi Prambanan, yang bercorak Hindu.
2. Pengaruh Buddha Mahayana
Candi Lumbung didirikan dengan mengikuti arsitektur Buddha Mahayana, yang terlihat dari struktur dan pola bangunannya. Candi ini mengutamakan konsep mandala, yaitu bentuk arsitektur yang melambangkan alam semesta dalam pandangan Buddha. Candi utama dalam kompleks ini merepresentasikan pusat dari alam semesta, tempat para dewa dan Bodhisattva berada, sementara candi perwara yang mengelilinginya melambangkan lapisan-lapisan dunia lainnya dalam ajaran kosmologi Buddha.
Dinasti Syailendra juga menggunakan gaya arsitektur candi yang terbuat dari batu andesit dengan teknik sambungan batu kering, di mana batu-batu besar disusun tanpa perekat, mengandalkan kekuatan alami batu untuk menjaga kestabilan bangunan.
3. Kehancuran dan Pemugaran
Pada sekitar abad ke-10, Kerajaan Mataram Kuno mengalami pergeseran pusat kekuasaan ke Jawa Timur akibat letusan dahsyat Gunung Merapi dan konflik politik yang terjadi. Seiring dengan pergeseran kekuasaan ini, banyak candi-candi di Jawa Tengah, termasuk Candi Lumbung, ditinggalkan dan akhirnya terlantar.
Candi Lumbung mulai mengalami kerusakan karena tidak dirawat dan sering terkena dampak bencana alam, termasuk erupsi Gunung Merapi. Selama berabad-abad, candi ini dilupakan dan tertimbun oleh tanah serta vegetasi hingga ditemukan kembali pada masa kolonial Belanda di abad ke-19.
Pemugaran Candi Lumbung baru dilakukan secara lebih sistematis pada abad ke-20 oleh pemerintah Indonesia, dengan dukungan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Pemugaran bertujuan untuk melestarikan struktur candi yang tersisa dan membuka kembali situs ini sebagai salah satu daya tarik wisata sejarah.
4. Fungsi Religius
Candi Lumbung dulunya digunakan sebagai tempat beribadah dan meditasi bagi para penganut Buddha Mahayana. Arsitektur candi yang melambangkan mandala juga menunjukkan bahwa candi ini mungkin digunakan sebagai pusat meditasi untuk membantu umat mencapai pencerahan spiritual. Candi utama kemungkinan merupakan tempat bagi patung Buddha atau Bodhisattva, meskipun sekarang patung-patung asli sudah tidak ada atau telah dipindahkan untuk keperluan konservasi.
Penggunaan Candi Lumbung sebagai tempat pemujaan juga memperlihatkan betapa pentingnya peran candi sebagai pusat kegiatan religius dan sosial pada masa itu. Candi bukan hanya sekadar bangunan, tetapi juga pusat spiritual yang menjadi saksi kehidupan religius masyarakat kuno di Jawa.
5. Penemuan dan Peninggalan Arkeologis
Ketika ditemukan kembali, sebagian besar struktur Candi Lumbung dalam keadaan rusak. Banyak bagian candi yang telah hancur atau hilang, kemungkinan karena faktor alam maupun ulah manusia. Beberapa artefak dan arca Buddha ditemukan di sekitar candi ini, namun sebagian besar kini telah dipindahkan ke museum untuk konservasi lebih lanjut.
Hingga saat ini, pemugaran Candi Lumbung terus dilakukan untuk mempertahankan struktur yang masih ada serta mengungkap lebih banyak informasi sejarah dan arkeologi dari kompleks candi ini. Penelitian lanjutan diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai fungsi candi dan bagaimana kehidupan religius pada masa Dinasti Syailendra di wilayah Jawa Tengah.
Candi Lumbung adalah peninggalan penting dari Kerajaan Mataram Kuno yang menunjukkan pengaruh Buddha Mahayana serta keharmonisan budaya Buddha dan Hindu di Jawa Tengah pada masa itu. Candi ini adalah simbol sejarah yang merekam jejak kejayaan Dinasti Syailendra serta peran penting agama Buddha dalam perkembangan budaya dan spiritualitas masyarakat kuno di Jawa.

Struktur dan Arsitektur

Struktur dan arsitektur Candi Lumbung mencerminkan keahlian dan karakteristik gaya bangunan candi Buddha Mahayana pada masa Dinasti Syailendra. Meskipun ukurannya tidak terlalu besar, kompleks candi ini memiliki desain yang menarik dan penuh makna simbolis dalam arsitektur Buddhis. Berikut adalah penjelasan lebih rinci mengenai struktur dan arsitektur Candi Lumbung:
1. Struktur Kompleks Candi
Kompleks Candi Lumbung terdiri dari satu candi utama yang dikelilingi oleh 16 candi perwara (candi pendamping) kecil. Pengaturan ini membentuk pola mandala, sebuah simbol suci dalam ajaran Buddha yang melambangkan alam semesta dan tatanan kosmik.
• Candi Utama: Candi utama berada di pusat kompleks dan memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan candi perwara. Candi utama ini dipercaya sebagai tempat utama pemujaan di kompleks Candi Lumbung dan kemungkinan besar menampung arca-arca Buddha atau Bodhisattva.
• Candi Perwara: 16 candi perwara yang mengelilingi candi utama disusun dalam pola yang melingkar dan simetris, yang biasa ditemukan dalam arsitektur candi Buddha. Posisi candi-candi perwara ini mengelilingi candi utama secara teratur, yang melambangkan tingkatan kosmos dalam pandangan Buddhis.
2. Material Bangunan
Candi Lumbung dibangun menggunakan batu andesit yang merupakan jenis batu vulkanik, tahan lama, dan mudah ditemukan di sekitar Jawa Tengah, terutama karena aktivitas vulkanik di wilayah tersebut. Teknik penyusunan batu yang digunakan adalah teknik sambungan kering, di mana batu-batu andesit disusun dengan sangat rapat tanpa perekat, seperti semen atau mortar. Teknik ini memungkinkan batu untuk tetap kokoh dan stabil dalam jangka waktu panjang.
3. Desain dan Relief pada Dinding
Bagian dinding luar candi dihiasi dengan relief dan ornamen yang mengandung simbol-simbol Buddhis. Beberapa relief pada Candi Lumbung menggambarkan cerita-cerita atau ajaran dari agama Buddha Mahayana, meskipun sebagian besar relief telah mengalami kerusakan. Relief-relief ini diyakini menggambarkan sosok Bodhisattva dan makhluk suci lainnya yang memiliki makna religius bagi umat Buddha.
Meskipun sudah banyak relief yang rusak, bekas pahatan menunjukkan detail tinggi yang dikerjakan dengan presisi, menunjukkan kemahiran para seniman dan arsitek pada masa itu.
4. Struktur Atap Candi
• Atap Berundak: Atap candi utama dan candi perwara memiliki bentuk berundak yang terdiri dari beberapa tingkatan. Bentuk berundak ini umum ditemukan pada candi-candi Buddha dan memiliki makna simbolik yang melambangkan tingkatan menuju pencerahan atau Nirvana dalam ajaran Buddha.
• Stupa di Atap: Pada puncak atap candi utama dan candi-candi perwara, terdapat stupa kecil yang merupakan ciri khas arsitektur Buddha Mahayana. Stupa-stupa ini tidak hanya berfungsi sebagai elemen dekoratif, tetapi juga simbol pengabdian kepada Sang Buddha dan pencapaian spiritual yang tinggi.
5. Ruang Dalam Candi Utama
Candi utama memiliki ruang kecil di bagian dalam yang berfungsi sebagai tempat pemujaan. Meskipun tidak ada lagi arca atau relik yang tersisa di dalamnya, kemungkinan ruangan ini dulu digunakan untuk menyimpan arca Buddha atau patung Bodhisattva sebagai objek pemujaan. Ruang dalam candi utama ini memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah tertentu (biasanya ke timur), yang juga memiliki makna simbolis dalam ritual Buddhis.
6. Denah dan Tata Letak
Denah Candi Lumbung mengadopsi bentuk persegi dan simetris, mencerminkan konsep mandala yang melambangkan keteraturan kosmik. Tata letak yang terpusat dengan candi utama di tengah dan candi perwara di sekelilingnya menciptakan pola konsentris, yang dipercaya merepresentasikan pusat alam semesta menurut pandangan Buddha Mahayana. Pola ini tidak hanya memiliki nilai estetis, tetapi juga religius, di mana setiap elemen arsitektur disusun untuk menggambarkan filosofi dan struktur kosmos dalam agama Buddha.
7. Pengaruh Arsitektur India
Struktur Candi Lumbung juga menunjukkan pengaruh arsitektur candi Buddha dari India, terutama pada penggunaan stupa dan pola mandala, yang merupakan elemen penting dalam bangunan-bangunan Buddhis di India dan Asia Selatan. Pengaruh India ini dibawa oleh para pedagang dan biksu yang datang ke Nusantara, memperkaya budaya lokal dan menciptakan gaya arsitektur unik seperti yang terlihat di Candi Lumbung dan candi Buddha lainnya di Jawa Tengah.
Struktur dan arsitektur Candi Lumbung memperlihatkan keseimbangan antara nilai estetis dan religius, dengan pola mandala yang melambangkan konsep alam semesta dalam ajaran Buddha Mahayana. Dari susunan candi utama hingga candi perwara yang mengelilinginya, setiap elemen arsitektur dirancang untuk menyampaikan filosofi Buddhis tentang kosmos dan perjalanan spiritual. Candi Lumbung adalah bukti keindahan dan kekayaan budaya Buddha di Indonesia, sekaligus memperlihatkan keahlian arsitektur masa Dinasti Syailendra yang luar biasa.

Daya Tarik Utama

• Arsitektur Unik: Arsitektur Candi Lumbung yang sederhana namun anggun, dengan candi utama dan candi perwara yang mengelilinginya, menawarkan pengalaman berbeda dari candi besar seperti Candi Prambanan atau Candi Borobudur.
• Lingkungan yang Tenang: Lokasinya yang tidak terlalu ramai menjadikannya tempat yang cocok untuk wisatawan yang ingin menikmati ketenangan sambil mengenal sejarah.
• Keterkaitan dengan Candi Lainnya: Karena terletak dekat dengan Candi Sewu dan Candi Bubrah, pengunjung dapat menikmati tiga candi dengan sekali kunjungan, memperkaya pengalaman wisata budaya dan sejarah di wilayah Prambanan.

Fasilitas dan Aksesibilitas

Candi Lumbung mudah diakses karena lokasinya yang berada di kompleks Prambanan, sekitar 17 kilometer dari pusat kota Yogyakarta dan sekitar 30 menit perjalanan dari Bandara Adisutjipto. Kompleks ini dilengkapi dengan fasilitas umum seperti toilet, area parkir, serta warung-warung yang menjual makanan dan minuman. Tiket masuk ke Candi Lumbung sudah termasuk tiket untuk akses ke candi-candi lain dalam kompleks Prambanan.
Candi Lumbung menawarkan pemandangan yang menenangkan dan menyajikan wawasan sejarah yang berharga. Sebagai bagian dari kompleks candi di Prambanan, Candi Lumbung menjadi salah satu situs wisata budaya yang menarik untuk dieksplorasi bagi pengunjung yang tertarik dengan sejarah, arsitektur, dan budaya Jawa kuno.

Back to Top
WA
Email