Menelusuri Keindahan Desa Batik Gumelem Banjarnegara, Pusat Batik Tulis Klasik Jawa Tengah.

Di kaki perbukitan Banjarnegara, terselip sebuah desa yang aroma malam dan bunyi cantingnya tak pernah padam. Desa itu bernama Gumelem, tempat di mana setiap goresan malam pada kain putih menjadi kisah tentang ketekunan, keindahan, dan warisan budaya. Di sini, batik bukan sekadar kain, melainkan bagian dari napas kehidupan masyarakatnya. Desa Batik Gumelem yang terdiri dari Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon di Kecamatan Susukan telah puluhan tahun menjadi pusat batik tulis khas Banjarnegara.
Warna sogan yang lembut dan motif klasik seperti Udan Liris atau Sido Luhur menjadi bukti bahwa seni batik tak hanya hidup di kota besar seperti Solo atau Pekalongan, tetapi juga tumbuh indah di desa yang damai ini. Mengunjungi Gumelem berarti melangkah ke dunia di mana tradisi dan ketenangan berpadu. Di setiap rumah, tangan-tangan terampil para ibu masih setia mencanting kain, menorehkan warisan leluhur yang tak lekang oleh waktu.

Lokasi Desa Batik Gumelem

Desa Batik Gumelem terletak di Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Wilayah ini sebenarnya terdiri dari dua desa kembar, yaitu Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon, yang keduanya dikenal sebagai pusat pengrajin batik tulis di Banjarnegara.
Dari pusat kota Banjarnegara, jaraknya sekitar 40 km ke arah barat daya, atau dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam perjalanan. Rute yang umum dilalui adalah jalur Banjarnegara – Mandiraja – Susukan, dengan kondisi jalan yang relatif baik dan pemandangan pedesaan yang menenangkan di sepanjang perjalanan.
Bagi wisatawan dari luar daerah, Gumelem bisa diakses dari beberapa kota besar di Jawa Tengah. Dari Purwokerto atau Wonosobo, perjalanan memakan waktu sekitar dua jam, sementara dari Yogyakarta dapat ditempuh dalam tiga hingga empat jam melalui rute Magelang – Wonosobo – Banjarnegara.
Setibanya di kawasan desa, suasana khas pedesaan langsung menyambut: hamparan sawah hijau, rumah-rumah tradisional, dan papan-papan bertuliskan “Sentra Batik Tulis Gumelem” di tepi jalan. Hampir setiap sudut desa memperlihatkan kehidupan yang lekat dengan seni membatik — dari halaman rumah hingga sanggar-sanggar batik milik warga.

Sejarah Singkat dan Asal-usul Batik Gumelem

Sejarah batik di Desa Gumelem berakar dari masa Kerajaan Mataram. Konon, wilayah ini dahulu merupakan tanah perdikan, yaitu tanah yang diberikan raja kepada seorang pemimpin lokal atau demang karena jasa-jasanya. Sejak masa itu, masyarakat Gumelem telah memiliki kedekatan dengan budaya keraton, termasuk dalam hal berpakaian dan seni membatik.
Batik Gumelem dipercaya tumbuh dari pengaruh batik Surakarta (Solo), tetapi dengan ciri khas tersendiri yang muncul dari kreativitas masyarakat setempat. Jika batik keraton cenderung halus dan penuh aturan simbolik, maka batik Gumelem menampilkan sentuhan yang lebih bebas dan alami, mencerminkan karakter pedesaan yang sederhana namun penuh makna.
Tradisi membatik di Gumelem diwariskan secara turun-temurun, biasanya dari ibu kepada anak perempuan mereka. Canting dan kain menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari — bukan hanya alat kerja, tetapi juga simbol ketekunan dan kehormatan keluarga. Hingga kini, di tengah gempuran batik printing dan modernisasi, semangat mempertahankan batik tulis klasik tetap menyala di desa ini.

Ciri Khas Batik Gumelem

Batik Gumelem memiliki pesona yang khas dan mudah dikenali dari warna serta motifnya. Secara umum, batik ini menggunakan warna sogan — gradasi coklat keemasan yang memberi kesan hangat dan klasik. Warna-warna alami seperti hitam, kuning tua, dan krem juga sering digunakan, menciptakan harmoni lembut yang memancarkan kesederhanaan sekaligus keanggunan.
Motif yang digunakan sebagian besar masih mempertahankan corak klasik gaya keraton, seperti Parang, Kawung, Udan Liris, Sido Luhur, Sidomukti, dan Wahyu Temurun. Namun, para pengrajin Gumelem juga mengembangkan beberapa motif khas lokal, seperti Rujak Senthe dan Kawung Beton, yang terinspirasi dari kehidupan pedesaan dan alam sekitar.
Setiap motif memiliki makna filosofis yang mendalam. Misalnya, Sido Luhur melambangkan harapan agar pemakainya hidup mulia dan sejahtera; Udan Liris menggambarkan kesabaran dan keteguhan hati di tengah kesulitan; sementara Parang melambangkan semangat perjuangan yang tiada henti.
Yang membuat batik Gumelem istimewa bukan hanya coraknya, tetapi juga proses pembuatannya yang sepenuhnya dikerjakan dengan tangan. Setiap garis canting ditorehkan dengan ketelitian luar biasa, sering kali memakan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk satu lembar kain. Dari proses itu lahirlah batik dengan karakter kuat, halus, dan bernilai seni tinggi — mencerminkan ketekunan para pembatik yang menjadikan seni ini sebagai bagian dari hidup mereka.

Aktivitas Masyarakat dan Ekonomi Lokal

Hampir setiap rumah di Desa Gumelem memiliki hubungan erat dengan batik. Di teras rumah, di ruang tamu, bahkan di halaman belakang, tampak kain-kain panjang dijemur di bawah sinar matahari, menebarkan aroma malam yang khas. Suara canting berisi malam panas terdengar lembut dari balik dinding bambu — sebuah irama keseharian yang menandai hidupnya tradisi turun-temurun.
Kegiatan membatik di Gumelem sebagian besar dilakukan secara rumahan dan berbasis keluarga. Para ibu menjadi pengrajin utama, sementara para-ayah dan anak-anak membantu dalam proses pewarnaan atau penjemuran. Di desa ini, membatik bukan sekadar pekerjaan, melainkan warisan yang diajarkan dari generasi ke generasi sebagai bentuk kebanggaan terhadap budaya sendiri.
Selain menjual kain batik tulis, masyarakat juga mengembangkan produk turunan seperti pakaian jadi, selendang, taplak meja, hingga souvenir khas Banjarnegara. Beberapa pengrajin bahkan membuka sanggar batik yang menerima kunjungan wisatawan untuk belajar mencanting langsung di bawah bimbingan pembatik lokal.
Meski demikian, kehidupan para pengrajin tidak selalu mudah. Tantangan utama yang mereka hadapi adalah minimnya regenerasi semakin sedikit anak muda yang tertarik melanjutkan profesi membatik karena dianggap kurang menjanjikan secara ekonomi. Pemerintah daerah berupaya mendorong pelestarian dengan berbagai cara, salah satunya melalui kebijakan ASN Banjarnegara wajib mengenakan batik Gumelem setiap hari Kamis sebagai bentuk dukungan nyata terhadap produk lokal.
Langkah-langkah kecil seperti itu memberi napas baru bagi ekonomi desa. Kini, selain menjadi sumber penghasilan, batik juga menjadi identitas sosial dan kebanggaan budaya masyarakat Gumelem — bukti bahwa kearifan lokal bisa tetap hidup di tengah modernisasi.

Daya Tarik Wisata dan Budaya

Desa Batik Gumelem bukan hanya tempat lahirnya kain-kain indah, tetapi juga ruang hidup bagi tradisi dan kearifan lokal yang masih terjaga. Desa ini kini dikenal sebagai salah satu desa wisata unggulan di Kabupaten Banjarnegara, tempat wisatawan dapat menikmati keindahan alam, sejarah, sekaligus pengalaman budaya yang autentik.
Salah satu daya tarik utama Gumelem adalah wisata edukatif batik. Pengunjung tidak hanya datang untuk membeli kain, tetapi juga bisa belajar langsung proses membatik dari para pengrajin. Mulai dari mencanting pola di atas kain, memberi warna dengan pewarna alami, hingga melorod malam menggunakan air panas, semua proses dapat dicoba sendiri dengan bimbingan ramah dari warga setempat. Pengalaman ini membuat setiap kunjungan menjadi perjalanan penuh makna, bukan sekadar wisata belanja.
Selain batik, Gumelem juga memiliki kekayaan wisata religi dan sejarah. Di wilayah ini terdapat Makam Ki Ageng Giring, Makam Sunan Geseng, serta Masjid Jami’ At-Taqwa yang unik karena berdiri di antara dua desa: Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon. Masjid tua ini menjadi simbol persatuan masyarakat sekaligus saksi bisu sejarah panjang desa.
Wisata alamnya pun tak kalah menarik. Tak jauh dari pemukiman, terdapat Pemandian Air Panas Dapit (Daya Pikat Pingit) yang dipercaya berkhasiat bagi kesehatan. Sementara itu, pemandangan sawah bertingkat, perbukitan hijau, dan udara sejuk membuat siapa pun betah berlama-lama.
Setiap tahun, masyarakat Gumelem menggelar berbagai ritual dan festival budaya, seperti Sadran Gede menjelang bulan Ramadan, Grebeg Suran pada bulan Muharram, serta kirab budaya yang menampilkan kesenian tradisional dan hasil bumi. Acara-acara ini selalu ramai dikunjungi wisatawan, karena menampilkan semangat gotong royong dan rasa syukur masyarakat desa terhadap alam dan leluhur.
Bagi para pencinta budaya dan perjalanan yang berjiwa tenang, Gumelem menawarkan pengalaman yang lebih dari sekadar destinasi wisata, ia adalah perjalanan pulang menuju akar tradisi Nusantara.
Batik Gumelem bukan hanya karya seni yang indah dipandang mata, tetapi juga cerminan nilai-nilai luhur yang hidup di tengah masyarakatnya. Setiap titik malam dan tarikan garis canting menyimpan makna tentang kesabaran, ketekunan, dan penghormatan terhadap leluhur. Dalam setiap helai kain batik, tersirat pesan bahwa keindahan tidak lahir dari sesuatu yang instan — ia tumbuh dari proses panjang, dari tangan-tangan yang sabar, dan hati yang tulus menjaga warisan budaya.
Di era modern ketika segalanya serba cepat, Gumelem berdiri sebagai pengingat bahwa ada nilai yang tak ternilai dalam menjaga warisan tradisi. Para pembatik di desa ini tidak hanya membuat kain, tetapi juga merajut identitas dan jati diri bangsa. Mereka adalah penjaga api budaya, memastikan agar seni batik tetap hidup di tengah perubahan zaman.
Mengunjungi Desa Batik Gumelem berarti lebih dari sekadar wisata, ini adalah perjalanan spiritual budaya, sebuah kesempatan untuk menyaksikan harmoni antara manusia, alam, dan tradisi. Di balik setiap motif yang anggun, ada cerita tentang cinta terhadap tanah kelahiran dan tekad untuk terus melestarikan warisan nenek moyang.

Back to Top
WA
Email