Candi Sewu adalah salah satu kompleks candi Buddha terbesar di Indonesia, bahkan mungkin di Asia Tenggara. Terletak di Klaten, Jawa Tengah, candi ini dibangun pada abad ke-8 Masehi dan menjadi saksi bisu kemegahan peradaban Hindu-Buddha di masa lalu. Meskipun namanya “Sewu” yang dalam bahasa Jawa berarti seribu, sebenarnya kompleks candi ini tidak memiliki seribu candi. Jumlah total bangunan candi di kompleks ini sekitar 249.
Sejarah Candi Sewu
Candi Sewu merupakan salah satu candi Buddha terbesar di Indonesia, dibangun pada masa Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah pada abad ke-8 hingga ke-9 Masehi. Candi ini menjadi bukti penting dari pengaruh agama Buddha Mahayana yang berkembang pesat di Jawa selama periode ini, bersamaan dengan agama Hindu.
Latar Belakang Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra adalah salah satu dinasti yang sangat kuat di Jawa Tengah, dan mereka dikenal sebagai penganut Buddha Mahayana yang taat. Pembangunan candi-candi besar seperti Candi Sewu, Candi Borobudur, dan Candi Kalasan menjadi bukti utama dari komitmen dinasti ini terhadap pengembangan agama Buddha di wilayah tersebut.
Candi Sewu sendiri diperkirakan dibangun sekitar tahun 782 Masehi, berdasarkan prasasti-perasasti yang ditemukan di sekitar kompleks candi, seperti Prasasti Kelurak yang ditulis pada tahun 782 dan Prasasti Manjusrigrha pada tahun 792. Prasasti ini menyebutkan adanya pembangunan tempat ibadah Buddha yang disebut sebagai “Manjusrigrha”, yang merujuk pada Candi Sewu. Nama ini mengacu pada Dewa Manjusri, salah satu Bodhisattva dalam agama Buddha Mahayana yang melambangkan kebijaksanaan.
Nama “Sewu” dan Konteks Pembangunan
Meskipun dinamai “Candi Sewu” (Sewu berarti seribu dalam bahasa Jawa), jumlah candi yang ada dalam kompleks ini tidak mencapai seribu, melainkan sekitar 249. Nama “Sewu” mungkin merupakan ekspresi metaforis yang menunjukkan jumlah besar atau kemegahan bangunan candi ini. Tradisi penamaan seperti ini sering kali dipakai dalam budaya Jawa.
Candi Sewu diyakini dibangun sebagai kompleks ibadah utama umat Buddha, serta berfungsi sebagai pusat keagamaan dan tempat meditasi. Dalam konteks sejarah Jawa Kuno, Candi Sewu kemungkinan dibangun sebagai bagian dari persaingan dan koeksistensi antara kerajaan Buddha dan Hindu di Jawa Tengah. Meski Dinasti Syailendra menganut Buddha, mereka juga berinteraksi secara erat dengan kerajaan Hindu di sekitarnya, termasuk Kerajaan Mataram Kuno.
Masa Kejayaan
Pada masa kejayaannya, Candi Sewu menjadi salah satu pusat agama Buddha terbesar di Nusantara. Kompleks candi ini dirancang dengan tata letak mandala, sebuah simbol kesempurnaan dalam kosmologi Buddha, dan dikelilingi oleh candi-candi perwara yang menciptakan suasana harmoni spiritual. Arsitektur Candi Sewu mencerminkan perpaduan gaya lokal Jawa dengan pengaruh India yang mencolok, terutama dalam desain stupa dan relief-reliefnya.
Periode Keruntuhan
Seiring dengan melemahnya Dinasti Syailendra dan semakin dominannya kerajaan-kerajaan Hindu di Jawa, seperti Kerajaan Mataram Kuno, Candi Sewu perlahan-lahan ditinggalkan. Selain itu, serangkaian letusan Gunung Merapi yang besar pada abad ke-10 menyebabkan banyak candi di kawasan ini, termasuk Sewu, mengalami kerusakan parah akibat gempa bumi dan material vulkanik.
Candi Sewu juga mengalami masa kerusakan lebih lanjut akibat serangan Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-16. Pada masa ini, banyak candi di Jawa Tengah dirusak atau ditinggalkan karena peralihan ke agama Islam.
Penemuan Kembali dan Restorasi
Seperti banyak candi lainnya di Indonesia, Candi Sewu terlupakan dan terkubur di bawah lapisan tanah dan vegetasi selama berabad-abad setelah ditinggalkan. Baru pada awal abad ke-19, saat penjelajah Eropa mulai mengunjungi Jawa, candi ini ditemukan kembali. Salah satu penjelajah yang terkenal adalah Sir Thomas Stamford Raffles, yang tertarik pada arsitektur candi-candi di Jawa.
Restorasi Candi Sewu baru dimulai secara serius pada pertengahan abad ke-20, setelah Indonesia merdeka. Pemerintah Indonesia melalui Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) mulai mengadakan pemugaran dan rekonstruksi pada candi-candi di kawasan Prambanan, termasuk Candi Sewu. Meskipun proses restorasi masih berlangsung, banyak bagian dari Candi Sewu yang telah dipulihkan, meskipun sejumlah besar struktur masih dalam kondisi rusak.
Makna Religius
Candi Sewu merupakan simbol penting dari pengaruh Buddha Mahayana di Jawa Tengah pada masa lampau. Candi utama di tengah kompleks kemungkinan besar digunakan sebagai tempat pemujaan utama, sementara candi-candi perwara yang mengelilinginya mungkin berfungsi sebagai tempat meditasi bagi para biksu.
Banyak dari relief dan ornamen candi yang mengandung simbol-simbol keagamaan yang kaya, termasuk stupa, patung Buddha, dan relief Bodhisattva, yang mengajarkan kebajikan, kebijaksanaan, dan pencerahan dalam ajaran Buddha.
Pengaruh Sejarah Terhadap Candi Lain
Candi Sewu sering dibandingkan dengan Candi Prambanan karena keduanya berada dalam satu kawasan yang berdekatan, meskipun berasal dari tradisi keagamaan yang berbeda (Prambanan adalah candi Hindu). Kedekatan ini mencerminkan koeksistensi yang relatif damai antara umat Hindu dan Buddha pada masa Jawa Kuno, meskipun persaingan politik dan agama kadang terjadi.
Sebagai salah satu peninggalan penting sejarah Jawa kuno, Candi Sewu menjadi contoh arsitektur Buddha yang monumental dan tetap menjadi daya tarik besar bagi para arkeolog, sejarawan, serta wisatawan yang tertarik dengan warisan budaya Indonesia.
Candi Sewu, yang merupakan bagian dari kompleks candi Buddha terbesar di Jawa Tengah, mencerminkan kejayaan peradaban Buddha pada masa Dinasti Syailendra. Kompleks ini memainkan peran penting sebagai pusat keagamaan, spiritual, dan budaya, serta menjadi salah satu situs arkeologi yang menakjubkan dan bersejarah di Indonesia.
Arsitektur Candi Sewu
Candi Sewu adalah salah satu contoh terbaik dari arsitektur candi Buddha di Indonesia, yang mencerminkan keahlian tinggi dalam konstruksi, perencanaan tata ruang, dan pengaruh budaya dari luar, terutama India. Kompleks candi ini tidak hanya besar, tetapi juga sangat simetris dan teratur, mencerminkan filosofi Buddhisme Mahayana yang menganut konsep mandala, simbol kosmologis yang melambangkan alam semesta dan harmoni.
Tata Letak Mandala
Tata ruang Candi Sewu mengikuti pola mandala, yang menempatkan candi utama di pusat kompleks dan dikelilingi oleh candi-candi perwara (pendamping) yang lebih kecil. Ini menggambarkan pusat dunia atau tempat spiritual tertinggi, yang dikelilingi oleh lapisan-lapisan realitas lain. Dalam konteks agama Buddha, mandala adalah simbol kosmos yang harmonis dan tertata, tempat meditasi dan pencerahan.
Secara keseluruhan, kompleks Candi Sewu terdiri dari 1 candi utama yang berada di pusat dan 248 candi perwara yang tersusun dalam empat lapisan konsentris di sekitarnya. Meskipun sebagian besar dari candi-candi perwara telah hancur, pola geometris simetris ini masih dapat dilihat dengan jelas.
Candi Utama
Candi utama terletak di pusat kompleks dan merupakan bangunan terbesar di antara candi lainnya, dengan tinggi sekitar 30 meter. Bangunan ini memiliki denah berbentuk poligon atau segi banyak, dan bagian luarnya dihiasi oleh berbagai relief dan ornamen.
Candi utama ini memiliki beberapa ciri khas arsitektur:
1. Kaki Candi: Kaki candi memiliki ornamen relief yang menggambarkan cerita-cerita dari ajaran Buddha, serta dekorasi geometris dan bunga teratai.
2. Badan Candi: Di bagian badan candi, terdapat relief dewa-dewi dan Bodhisattva, serta relung-relung yang mungkin dulu berisi patung-patung Buddha. Bangunan ini juga dilengkapi dengan tangga yang cukup besar untuk menuju bagian atas.
3. Atap Stupa: Candi utama memiliki atap berundak, yang dihiasi dengan stupa-stupa kecil di tiap sudutnya, serta sebuah stupa besar di bagian puncak sebagai simbol pencapaian pencerahan.
Di dalam candi utama terdapat ruang utama yang dulu kemungkinan menjadi tempat penyimpanan patung Buddha atau Bodhisattva, meskipun banyak artefak di dalamnya yang telah hilang atau rusak.
Candi Perwara
Candi perwara adalah candi-candi kecil yang mengelilingi candi utama, tersusun dalam empat lapisan persegi. Jumlah candi perwara awalnya adalah 248, yang tersusun secara simetris dengan pola sebagai berikut:
• Lapisan pertama memiliki 44 candi perwara.
• Lapisan kedua memiliki 80 candi perwara.
• Lapisan ketiga memiliki 60 candi perwara.
• Lapisan keempat memiliki 68 candi perwara.
Candi perwara ini lebih kecil daripada candi utama, namun memiliki desain arsitektur yang serupa dengan atap berbentuk stupa dan dekorasi yang lebih sederhana. Beberapa dari candi perwara masih berdiri, sementara lainnya telah rusak atau hanya tersisa fondasinya.
Dwarapala: Patung Penjaga Raksasa
Salah satu fitur yang paling mencolok dari Candi Sewu adalah adanya patung penjaga yang dikenal sebagai Dwarapala di pintu masuk utama kompleks. Dwarapala adalah patung penjaga dalam tradisi Hindu dan Buddha, sering digambarkan sebagai sosok raksasa dengan tampilan yang tangguh.
Di Candi Sewu, terdapat dua patung Dwarapala besar yang berdiri di sisi gerbang utama. Patung ini memiliki posisi jongkok dengan senjata di tangan, menghadap ke luar seolah menjaga pintu masuk kompleks. Patung Dwarapala ini sangat megah, dengan tinggi mencapai sekitar 2-3 meter, dan dipahat dengan detail yang rumit.
Material dan Teknik Konstruksi
Candi Sewu, seperti candi-candi lain di Jawa Tengah, dibangun menggunakan batu andesit, jenis batu vulkanik yang kuat dan tahan lama. Batu ini diambil dari daerah sekitar, kemungkinan dari lereng Gunung Merapi. Batu andesit dipotong menjadi balok-balok dan disusun dengan presisi tanpa menggunakan perekat seperti semen, melainkan dengan teknik interlocking, di mana batu-batu dipasang dengan saling mengunci satu sama lain.
Teknik ini memungkinkan struktur candi bertahan dalam kondisi iklim tropis yang lembab dan menghadapi berbagai gempa bumi serta letusan gunung berapi. Namun, seiring waktu, banyak dari candi perwara yang mengalami kerusakan akibat gempa dan letusan vulkanik, serta pengabaian selama berabad-abad.
Elemen Arsitektur Simbolis
Arsitektur Candi Sewu sarat dengan simbolisme Buddha. Beberapa elemen penting yang sering ditemukan di Candi Sewu adalah:
1. Stupa: Stupa adalah simbol dari pencerahan Buddha, dan di Candi Sewu, atap setiap candi dihiasi dengan stupa kecil. Puncak dari candi utama juga memiliki stupa besar, melambangkan pencapaian nirwana.
2. Relief: Pada bagian luar candi, terdapat relief yang menggambarkan dewa-dewa, Bodhisattva, serta motif bunga teratai yang melambangkan kesucian dalam agama Buddha.
3. Orientasi Geometris: Tata letak candi yang simetris dan geometris menekankan konsep keseimbangan dan harmoni, yang merupakan prinsip utama dalam ajaran Buddha. Orientasi ini juga memungkinkan candi berfungsi sebagai alat bantu meditasi, di mana orang dapat berkeliling dan merenung di sekitar candi.
Sistem Drainase
Seperti banyak candi besar di Jawa, Candi Sewu juga dilengkapi dengan sistem drainase yang canggih. Drainase ini dirancang untuk mengalirkan air hujan dari bangunan candi ke luar, sehingga mencegah kerusakan akibat air pada struktur candi. Hal ini sangat penting mengingat iklim tropis yang sering mengalami hujan deras di wilayah Jawa Tengah.
Kerusakan dan Pemugaran
Sebagian besar candi di kompleks Candi Sewu mengalami kerusakan signifikan akibat gempa bumi, letusan Gunung Merapi, serta faktor usia. Namun, sejak abad ke-20, upaya pemugaran dan rekonstruksi secara perlahan telah dilakukan oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya Indonesia. Banyak candi perwara yang telah direkonstruksi, meskipun masih banyak yang dalam kondisi runtuh atau belum dipulihkan.
Teknik restorasi yang digunakan berfokus pada penggunaan material asli sebanyak mungkin, serta memanfaatkan dokumentasi arkeologis untuk memastikan bahwa candi direkonstruksi sesuai dengan bentuk aslinya.
Arsitektur Candi Sewu adalah salah satu contoh terbaik dari kemegahan arsitektur candi Buddha di Jawa Tengah. Dengan tata letak yang mencerminkan filosofi mandala, penggunaan material batu andesit yang kuat, dan detail arsitektur yang simbolis, Candi Sewu memberikan gambaran yang menakjubkan tentang keahlian para pembuat candi pada masa Dinasti Syailendra. Warisan budaya ini, meskipun telah mengalami kerusakan akibat alam dan waktu, tetap menjadi monumen penting yang menampilkan keindahan arsitektur Buddha di Nusantara.
Lokasi
Candi Sewu terletak hanya beberapa kilometer dari Candi Prambanan, sehingga sering kali menjadi bagian dari kunjungan wisata ke kawasan Prambanan. Secara administratif, Candi Sewu masuk dalam wilayah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, meskipun dekat dengan perbatasan Yogyakarta.
Hal Menarik di Candi Sewu
• Candi Utama: Bangunan candi utama merupakan pusat perhatian karena ukurannya yang megah dan detail ornamen yang memukau.
• Patung Dwarapala: Di pintu masuk kompleks Candi Sewu, terdapat patung penjaga raksasa yang disebut Dwarapala. Patung ini memiliki ukuran yang besar dan tampilannya yang khas.
• Kompleks Candi Perwara: Candi perwara yang lebih kecil mengelilingi candi utama dalam beberapa baris. Meskipun sebagian besar dalam kondisi rusak, beberapa candi masih berdiri dan menunjukkan keindahan asli arsitektur kuno.
• Panorama Sunset: Menyaksikan matahari terbenam di Candi Sewu memberikan pengalaman yang luar biasa karena kompleks candi dikelilingi oleh pemandangan indah.
Cara Menuju Candi Sewu
Jika Anda berangkat dari Yogyakarta, Candi Sewu mudah diakses menggunakan kendaraan pribadi atau umum. Jaraknya sekitar 17 km dari pusat kota Yogyakarta dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit.
Tips Berkunjung
• Waktu terbaik untuk berkunjung adalah pada pagi atau sore hari agar Anda bisa menikmati suasana sejuk dan menghindari terik matahari.
• Bawa air minum dan topi, karena area candi cukup luas dan membutuhkan waktu untuk dijelajahi.
• Patuhi aturan di kawasan wisata, seperti tidak memanjat candi dan menjaga kebersihan.
Harga Tiket Masuk
Biasanya, tiket masuk ke Candi Sewu sudah termasuk dengan tiket Candi Prambanan, karena kedua kompleks candi ini berada dalam kawasan yang sama. Harga tiket bisa bervariasi tergantung kebijakan terbaru dari pengelola.
Candi Sewu, dengan sejarah yang kaya dan keindahan arsitekturnya, merupakan destinasi yang tidak boleh dilewatkan bagi para pecinta budaya dan sejarah di Indonesia. Dengan Anda memilih paket wisata Klaten dari berbagai biro perjalanan wisata, Anda bisa mengunjungi candi ini dengan lebih menyenangkan.
Comments are closed.